Banjir di Jakarta dan Daerah Sekitarnya Meluap

Banjir di Jakarta dan Daerah Sekitarnya Meluap – Hujan yang mengguyur dari Jumat malam hingga Sabtu pagi, 19-20 Februari 2021 lalu membuat Jakarta dan sekitarnya tergenang air. Ketinggian air di setiap area bervariasi dari 50 sentimeter hingga 1,5 meter.

Banjir di Jakarta dan Daerah Sekitarnya Meluap

Sumber : metro.tempo.co

marshallwharf – Banyak dari mereka yang menjadi korban banjir membawa apa yang mereka bisa dan kemudian mengungsi ke tempat yang lebih aman. Namun tak sedikit yang terjebak di dalam rumah. Mereka terjebak setelah banjir terus naik hingga akhirnya tim SAR menjemput mereka untuk mengevakuasi mereka.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai tingginya curah hujan di hulu Puncak Bogor menjadi salah satu faktor penyebab banjir di ibu kota dan sekitarnya. Selain itu, perbaikan sungai-sungai yang melintasi Jakarta juga belum maksimal.

“Kondisi ini yang memaksa perbaikan sungai dengan pembebasan lahan menjadi salah satu opsi yang harus diambil. Karena kalau dilihat kemarin daya dukungnya sudah tidak memadai lagi. Jadi sungai harus dilebarkan dulu baru kemudian bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk mengaturnya. tepi sungai, “katanya.

Namun, tugas pembebasan dan pelebaran sungai ada pada pemerintah daerah. Karena di tempat itu terdapat warga DKI yang tinggal di sepanjang sungai. “Harus dipahami pembagian tugasnya jelas. Baru setelah itu kita bicara pelebaran dan pengerukan untuk memperdalam kapasitas,” ujarnya.

Nirwono menjelaskan yang tidak kalah pentingnya dalam mengatasi banjir adalah memperbaiki atau merevitalisasi 109 setu atau telaga dan waduk. Dengan begitu, air hujan bisa terkumpul di tempat-tempat tersebut yang kemudian dialirkan ke sungai terdekat.

“Jadi jangan langsung menuangkan semuanya ke sungai. Seperti yang dilakukan di Taman Waduk Pluit. Setu, waduknya dikeruk, diperlebar. Bersih dari sampah menambah daya tampung,” ujarnya.

Apalagi untuk banjir lokal, menurut dia, harus ada pemekaran saluran air di jalur-jalur tersebut. Saluran air saat ini hanya mampu menampung 100 milimeter per hari. Sehingga air akan meluap saat curah hujan melebihi angka tersebut. Nirwono menyarankan, kapasitas saluran air harus ditingkatkan minimal dua atau tiga kali lipat.

Nirwono menilai koordinasi antara pusat dan daerah kurang memuaskan. Ia mencontohkan Ciliwung, secara teknis kekuasaan milik pemerintah pusat, tetapi tangan kiri dan kanan milik pemerintah daerah. Artinya, jika kemarin banjir mencapai Ciliwung, Sunter, Pesanggerah, dan Grogol, sungai harus diperbaiki dan sisi kiri dan kanannya harus diperlebar.

Ia mengatakan: “Nah, rencana perbaikan sungai sudah terhenti sejak 2017. Setelah 3,5 tahun, karena perbedaan metode yang digunakan, artinya sungai yang akan diperbaiki sudah dikorbankan. Ini menunjukkan bahwa daerah dan pemerintah pusat tidak ada. damai, “katanya.

Karenanya, banjir kemarin seharusnya mendorong Pemprov DKI Jakarta terus melaksanakan rencana yang digagas pemerintah pusat. Pemerintah pusat juga harus menyediakan pengawas, karena pengorbanan tidak hanya permukiman di sepanjang bantaran sungai, tetapi juga seluruh warga DKI dan Jabodetabek.

“Setiap orang adalah orang yang tidak terkena banjir, tapi kalau lingkungannya tergenang tidak punya tujuan. Artinya kota juga lumpuh. Oleh karena itu, kalaupun tidak ada perubahan tetap harus dilakukan pemerintah pusat. sama. Pemerintah pusat bisa turun tangan dulu untuk melakukan perbaikan minimal pada sungai. Danau dan waduk bisa dilaksanakan oleh pemerintah pusat. “

Dihimpun dari kumparan.com, Nirwono mengungkapkan, sebenarnya koordinasi seluruh Pemprov Jabodetabek sudah ada. Namun, ini tidak akan berhasil, karena bagi yang tidak mau memperbaiki bank, koordinasi dibatasi dan tidak ada sanksi.

“Di saat yang sama Jakarta mau, lalu Depok dan Tangerang, mau (atau tidak) apa? Kalau sungai tidak bisa dibagi wilayah, semuanya sama saja. Tapi misalnya nanti Jakarta yang diusung.” Perbaikan bantaran sungai, dan Depok Bogor tidak mau melakukan ini, dan percuma. Pemerintah pusat berani mengutuk Depok dan Bogor karena melakukan hal yang sama. Ini perlunya pemerintah pusat turun tangan. ”

Baca juga : Fakta 2 Wanita yang di duga Dibunuh Oknum Polisi di Medan

Ia mengatakan, pada hakikatnya harus ada kekuatan yang bisa memaksa semua kota dan daerah untuk menyepakati kesepakatan. Neilwono mengatakan, saat rapat koordinasi datang, biasanya pulang dengan berbagai cara.

Dia berkata: “Harus ada cara untuk memaksa pemerintah Yabo De Tabek mencapai kesepakatan, dan itu harus dilaksanakan bersama. Ini adalah bentuk yang menurut saya harus dipertimbangkan, setidaknya sanksi.”

Ia menjelaskan, salah satu contoh banjir yang paling sederhana adalah alih fungsi lahan di puncak Bogor. Dengan cara ini, Pemerintah Kabupaten Bogor berkewajiban menghentikan pembangunan perizinan dan kawasan hijau di atas.

“Tapi secara teknis kalau dibiarkan Jakarta dirugikan, tapi kalau dihijaukan Jakarta untung. Tapi bagi Bogor kurang untung karena secara teknis Kalaupun ada, jadi PAD-nya di mana. tempat wisata, sekarang jadi sentra alat musik, makanya bapak bogor dapat duit, ucapnya.

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Bambang Istianto menilai banjir di Jakarta tidak bisa dibedakan dari variabel lingkungan. Ia mengatakan, Jakarta hanya memiliki sumber air di bagian hilir, jika sumber air di hulu tidak diperbaiki, banjir akan terus terjadi.

“Memang dulu tidak pernah selesai. Sekarang kisaran hilir sudah diperbaiki. Kalau air mengalir ke Jakarta, berapa aktivitas yang akan dilakukan Gubernur untuk mengadopsi kebijakan hilir? Ini mengurangi kemungkinan banjir, misalnya, ujarnya. : “Bagaimana jalur air di ketiga, Kedua, diperbaiki. “

Dia menilai masalah banjir menjadi tanggung jawab Pemprov Jabar. Menurutnya, Pemprov Jabar berhak menjamin penanaman pohon dan penghijauan, dan penghijauan adalah tempat penanaman dan penghijauan pohon, itulah cara regenerasi hutan.

Ia mengatakan: “Hutan punya air. Makanya, kalau nama hutannya salah, otomatis airnya akan turun ke level paling bawah. Jangan khawatir Jakarta, masyarakat di sana juga terkena banjir bandang.”

“Pertama saya kira hulu harus diperbaiki, Bogor di Cianjur. Itu wilayah Jawa Barat, jadi hutan lindung di sana sudah rusak parah,” imbuh Bambang.

Ia menegaskan perlunya campur tangan dari pusat untuk membatasi eksploitasi di hulu kawasan Ponzak Bogor. Karena yang bermain di sana bukan lagi di level orang kecil, tapi sudah di level perusahaan.

“Masalahnya bukan menginvasi ekosistem rakyat biasa. Kalau rakyat biasa hanya cukup untuk pimpinan daerah. Tapi untuk perusahaan siapa yang bisa melawannya? Ini masalah, ini masalah politik. Saya kira (Presiden Joko) yang menentukan hubungan perusahaan. Mereka sudah aktif di daerah hulu untuk berbagai keperluan, kapan bisa reboisasi, “ujarnya.

Dia menegaskan lagi: “Kalau tidak ada DKI, akan sulit untuk DKI sendiri. Ini baru banjir, jadi akan terkena getahnya.”

Bambang menyoroti bendungan Ciawi dan Sukamahi yang menjadi salah satu solusi penanggulangan banjir Jakarta. Menurutnya, fasilitas ini harus dijaga agar operasi normal bisa terus berlanjut di masa mendatang.

Pembangunan bendungan Sukamahi dan Ciawi di Kabupaten Bogor merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi kerentanan Ibu Kota Jakarta terhadap banjir. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaksanakan pembangunan melalui Balai Besar Daerah Aliran Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane.

Kepala BBWS Ciliwung Cisadane Bambang Heri Mulyono tak menanggapi saat dimintai konfirmasi pembangunan bendungan tersebut. Line telpon Liputan6.com tidak dijawab, pesan yang dikirim melalui whatsapp hanya centang biru dan tidak ada balasan.

Namun, dikutip dari pu.go.id (disiarkan pada Senin, 7 Desember 2020), pembangunan bendungan tersebut disebut-sebut sebagai bagian dari rencana induk pengendalian banjir Jakarta dan akan selesai pada tahun 2021 berdasarkan kontrak karya.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan sebagai bendungan kering, pengoperasian bendungan akan berbeda dengan bendungan lainnya. Kedua bendungan ini hanya akan tergenang air saat musim hujan. Padahal, saat musim kemarau, waduk ini mengering.

Bendungan Kering di Ciawi dan Sukamahi adalah yang pertama dibangun di Indonesia. Kedua bendungan ini tidak digunakan untuk irigasi atau air baku, tetapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian banjir.

Pembangunan Bendungan Sukamahi telah direncanakan sejak tahun 1990-an dan dimulai pada tahun 2017. Progresnya sudah mencapai 60%. Sementara itu, progres pembebasan lahan mencapai 40,86 hektare atau 92,67% dari kebutuhan 46,7 hektare.

Pekerjaan saat ini meliputi penggalian bendungan, grouting bendungan, struktur pelimpah (pembersihan dan pengecoran), teknik hidrolik, pembangunan fasilitas umum (dek observasi, masjid, gudang, lanskap hijau) dan pembersihan lahan.

Pada 20 Desember 2016 telah ditandatangani kontrak pembangunan Bendungan Sukamahi senilai Rp 447,39 miliar dengan kontraktor PT. Wijaya Karya-Basuki KSO. Bendungan Sukamashi memiliki kapasitas 1,68 juta meter kubik dan luas terendam 5,23 hektar.

Sementara itu, progres pembangunan Bendungan Ciawi saat ini telah mencapai 73%. Kemajuan pembangunan bendungan 71,5% lebih cepat dari yang direncanakan. Kontrak karya Bendungan Ciawi telah ditandatangani oleh kontraktor pelaksana PT pada 23 November 2016. Brantas Abipraya dan PT. Pembangunan Sackner telah dimulai pada 2 Desember 2016.

Pembebasan lahan untuk kedua bendungan tersebut dilakukan melalui rencana penyelamatan dimana kontraktor terlebih dahulu menyediakan dana untuk mereka dan kemudian membayarnya melalui National Asset Management Association (LMAN).

Bendungan Ciawi berencana menampung 6,05 juta meter kubik, dengan luas terendam 39,40 hektare, dan biaya pembangunannya Rp 798,7 miliar. Bendungan ini dirancang untuk meredam banjir yang masuk ke Jakarta dengan cara memblokir aliran air dari Gunung Ged dan Gunung Pangklango, kemudian mencapai Bendungan Katulampa, lalu mengalir ke Sungai Ciliwung. Selesainya pembangunan Bendungan Ciawi akan mengurangi banjir sebesar 111,75 meter kubik per detik.

Melalui investigasi aliran banjir selama masa pemulihan 50 tahun, pembangunan bendungan Ciawi dan Sukamahi berhasil mengurangi debit banjir pintu air Manggarai sebesar 577,05 meter kubik per detik. Jika aliran melalui Sungai Ciliwung berkurang, aliran Sungai Ciliwung akan mengalir melalui kanal banjir timur Sungai Ciliwung dengan kecepatan 60 meter kubik per detik, dan aliran pintu air Manggarai sebesar 517,05 meter kubik per detik. kedua.

Selain pembangunan infrastruktur, Kementerian PUPR juga memiliki sistem peringatan banjir jarak jauh yang dapat mencatat ketinggian air beberapa pintu air dan stasiun pengamatan (seperti Pos Katulampa, Pintu Air Depok, dan Pintu Air Manggarai). Selain itu, level alarm dan otoritas untuk membuka dan menutup pintu air juga diatur.

Dinas PUPR melakukan update informasi ketinggian air sungai (TMA) pintu air / stasiun pengamatan setiap jam melalui BBWSCC, cuaca dan kategori kondisinya tidak hanya di Sungai Ciliwung, tetapi juga di sungai-sungai lain di wilayah Jabodetabek.

Sejak banjir di Jakarta pada Sabtu, 20 Februari 2021, warga kini bernapas lega. Air yang membasahi permukiman dan tempat lain tidak ada apa-apanya. Saat ini, warga sibuk membersihkan perabot rumah tangga dan furnitur ramah lingkungan dari lumpur dan sampah akibat banjir.

Misalnya di Kelurahan Rawa Buaya, RW 01, Jakarta Barat, banjir setinggi 1,5 meter yang melanda kawasan itu kini sudah benar-benar berkurang. Berkat kelihaian aparat pemerintah di Jakarta, daerah tersebut mampu mengatasi banjir dengan sangat cepat.

Barat Arif, Ketua RW 01, mengatakan: “Penanganan tahun ini sangat bagus. Pemerintah cepat berinteraksi dengan gubernur, walikota, dan ASN lainnya. Dulu Rawa Buaya mengalami empat kekeringan. Dalam lima hari, sekarang menjadi 1X24 jam kemarau.

Tak hanya di Rawa Buaya, Jakarta Barat di kawasan Jatipadang, Jakarta Selatan, kini tidak ada banjir. Kini, lokasinya terendam air setinggi 1,5 meter, dan hanya sampah yang menumpuk di tengah sungai.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan banjir yang melanda wilayah ibu kota sudah berkurang 100%. Ia menegaskan, situasi di Jakarta pada Senin (22/2/2021) kembali normal.

“Pukul 03.00 Senin pagi dipastikan sudah mencabut 100%. Oleh karena itu alhamdulillah semua kegiatan ekonomi kegiatan pemerintahan bisa dilaksanakan pada Senin pagi, dan Sabtu kemarin tidak ada gangguan akibat curah hujan ekstrim. “Balai Kota Jakarta, Senin.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengatakan, situasi ini merupakan upaya aktif Pemerintah Republik Demokratik Jakarta dan seluruh departemen terkait untuk menangani banjir di Jakarta tahun 2021, karena menurutnya akibat curah hujan yang berlebihan, banjir di Jakarta surut dalam 24 hari Up. jam.

Anies menuturkan, curah hujan di Jakarta dari Jumat hingga Sabtu mencapai 226 mm per hari. Angka ini melebihi curah hujan harian di kota-kota penyangga Jakarta (misalnya Bekasi, Tangerang dan Bogor) lebih dari 150 mm.

Ia mengatakan, menurut data BMKG, banyak wilayah di pesisir utara Jawa yang terancam curah hujan ekstrem. Pemprov DKI akan terus meningkatkan kinerja peringatan curah hujan tinggi di wilayah Jabodetabek. Ini untuk mengantisipasi dampak yang ada.

Ia menjelaskan: “Insya Allah dalam beberapa minggu ke depan akan meningkatkan kinerja agar curah hujan di Jabodetabek, khususnya Jakarta menjadi berkah, dan dampak ini akan kami minimalkan semaksimal mungkin.”

Di saat yang sama, Sabdo Kurnianto, Kepala BPBD DKI Jakarta, mengungkapkan bahwa cuaca saat ini sudah berubah. Hal ini untuk meredistribusi curah hujan yang berpotensi menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek.

Ia mengatakan: “Sejak kemarin BNPB dan BPPT telah melakukan teknologi modifikasi cuaca bersama TNI AU, sehingga sedang dilakukan modifikasi cuaca.”

Ia menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tetap waspada terhadap ancaman banjir. Semua pihak telah berpartisipasi dalam pekerjaan ini. Ia mengatakan: “Bekerjasama dengan komunitas TNI-Polri.”

Wilayah surutnya banjir juga terjadi di kota penyangga Dangerang (Dangerang) DKI. Setelah terputus akibat banjir, kini bisa diakses Tol KH Hasyim Ashari yang menghubungkan Kota Tangerang dan DKI Jakarta.

Banjir hanya ditemukan di pinggir jalan yang berbatasan dengan Kali Angke. Kemarin, jalan raya itu terendam di pinggang seorang dewasa.

Walikota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan: “Alhamdulillah jalan ini sudah bisa dilalui. Banjir akibat banjir di Kali Angke juga berangsur-angsur surut. Kami pantau kondisi permukiman.”

Menurut dia, banjir tidak hanya mulai surut di Ciledug Indah. Menurut pengamatan, beberapa lokasi banjir mulai surut dan tidak ada air lagi. Arief mengatakan: “Saya melihat beberapa lokasi mulai menyusut, seperti Karawaci, Angke, dan beberapa lokasi lainnya.”

Terkait Debord, Plt Wali Kota Debord Sri Utomo mengungkapkan banjir di wilayahnya sudah surut. Masyarakat sadar akan penyakit pasca banjir. Menanggapi bencana banjir dan longsor tersebut, Pemerintah Kota Depok telah memberikan bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Sosial kepada Dinas Pemadam Kebakaran dan Pertolongan Kota Depok.

Baca juga : Tanggul Citarum Jebol Sebabkan Banjir di Bekasi

Sri Utomo mengatakan: “Kami telah mengirimkan bantuan di setiap dinas untuk membantu warga yang terkena bencana banjir dan longsor, serta bantuan logistik.”

Sri Utomo meminta masyarakat mengantisipasi dan mencegah banjir kembali. Masyarakat dianjurkan untuk menjaga dan membersihkan saluran air, tidak membuang sampah ke sungai, menanam pohon dan menyusup ke air untuk membentuk lubang biologis saat hujan.

Sri Utomo menyimpulkan: “Jangan jadikan lorong itu sampah, karena itu sampah, karena akan menghalangi jalannya air, yang bisa meluap dan menumpuk air.”

Di saat yang sama, warga Bupati Bekasi mengalami situasi yang berbeda. Di tempat itu, sebanyak 17 ruas jalan masih terendam banjir hingga Senin (22/2/2021).

17 zona tersebut adalah Lubang Air Tambun Selatan 50-150 cm, Lubang Air Cibitung 50-150 cm, Lubang Air Setu 50-150 cm, Lubang Air Cikarang Selatan 50-70 cm, Lubang Air Cikarang Pusat 50-150 cm, Lubang Air Cibarusah 50-80 cm, Genangan Cikarang Utara 50-150 cm, Genangan Sukawangi 40-60 cm, Genangan Muaragembong 40 cm, Serang Baru, Genangan 50-70 cm.

Selain itu, lubang air Cikarang Timur 50-150 cm, lubang air Cikarang Barat 50-100 cm, lubang air Babelan 50-60 cm, lubang air Sukakarya 50-70 cm, lubang air Tambun Utara 50-80 cm, lubang air kedungwaringin 80 – Genangan air 150 cm dan 80 cm.

Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengatakan, Sabtu malam, 20 Februari 2021, setelah tanggul Citarum di Desa Babakan Banten, Sumber Urip, Pebayuran jebol, dataran banjir tergenang.

Eka menjelaskan, bahwa banjir yang terjadi di wilayahnya disebabkan faktor alam. Dia mengatakan curah hujan yang tinggi ini terus meningkatkan drainase Sungai Citarum dan akhirnya menyebabkan tanggul jebol sepanjang sekitar 100 meter.

Eka mengatakan, Senin (22/2/2021), “Sebenarnya ini air kiriman dari hulu, misalnya dari kawasan Cikarang Cilemahabang. Menyebar ke beberapa desa. Atau Sungai Cikarang (Cikarang) termasuk Chibet. Sungai dan Sungai Chitarum. “

Eka juga mengatakan,banyak warga yang telah dievakuasi serta ditempatkan di berbagai posko pengungsian. Evakuasi juga dibantu oleh aparat TNI dan Polri, akibat kondisi banjir yang parah, beberapa orang menggunakan helikopter.