Presiden Jokowi Memfokuskan Pada Infrastruktur Pembangun Papua

Presiden Jokowi Memfokuskan Pada Infrastruktur Pembangun Papua – Pada saat pemerintahan Presiden Jokowi, Papua menjadi wilayah yang menjadi fokus utama pembangunan. Berbagai macam infrastruktur sudah disarankan sebagai langkah konkrit buat memperkuat perekonomian masyarakat Papua.

Presiden Jokowi Memfokuskan Pada Infrastruktur Pembangun Papua

 

Sumber : matamatapolitik.com

marshallwharf – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan, Papua selalu menjadi fokus Presiden Jokowi. Dia berkata: “Jokowi sangat penting bagi Papua, Papua sangat penting bagi Jokowi. Presiden Jokowi telah mengunjungi Papua 13 kali ada trans Papua di sana.”

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta masyarakat tidak meremehkan sikap Indonesia terhadap Papua dan Papua Barat. Ia menilai pemerintah sangat memperhatikan daerah tempat terjadinya peristiwa Manokwari saat ini.

Dia menjelaskan, subsidi yang diberikan ke daerah itu lebih besar dari pada imbalan yang diberikan PT Freeport. Dari sektor ekonomi, banyak juga yang meyakini Indonesia menduduki sumber daya alam (SDA).

“Untuk itu, penghasilan besar itu berawal dari Freeport serta gas itu dinilai sekitar Rp 20 triliun. Namun negara Indonesia memberikan anggaran kurang lebih Rp100 triliun. Jadi Papua itu disubsidi habis,” jelas Wakil presiden Jusuf Kalla.

Berikut beberapa infrastruktur dalam membangun Papua yang difokuskan Presiden Jokowi yang dikutip dari merdeka.com:

1. Jalan Trans Papua

Sumber : jubi.co.id

Papua kini memiliki beberapa perbedaan, wilayah yang kerap dilupakan di kawasan timur Indonesia kini banyak mengalami kemajuan dalam berbagai bentuk pembangunan, salah satunya dengan pembangunan Jalan Tol trans-Papua. Keadaan terkini pada awal tahun 2021, sebagian Tol Trans-Papua telah selesai dibangun dan berbagai daerah telah terhubung, salah satunya Jayapura-Wamena.

Wamena adalah ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Kota di Lembah Baliem ini telah lama menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan di pegunungan tengah Papua.

Itu terletak di 1.800 meter di atas permukaan laut. Anda dapat mencapai Wamena dalam 45 menit dari Bandara Sentani di Kabupaten Jayapura dengan menggunakan pesawat.

Dulu, masyarakat harus menggunakan transportasi udara dengan biaya yang sangat mahal untuk menempuh dua wilayah tersebut, kini Jalan Trans Papua yang menghubungkan kedua kawasan ini semakin nyaman. Jalan ini memisahkan daerah, hutan belantara dan kawasan lindung.

Proyek Tol trans-Papua membuat kawasan itu akhirnya dapat diakses melalui jalan darat. Jalan Trans Papua adalah proyek infrastruktur utama pemerintahan Joko Widodo di Papua dan Papua Barat. Pembangunan jalan ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

Tujuan dibangunnya jalan tidak hanya untuk membuka lalu lintas yang tentunya akan mendorong perkembangan ekonomi tiap daerah, masyarakat akan semakin maju dan terbuka, namun tentunya isu tetap lingkungan harus diperhatikan.

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), panjang Jalan Trans Papua di Papua mencapai 2.902 kilometer. Ini termasuk Jalan Merauke-Tanah Merah-Waropko (543 kilometer), Waropko-Oksibil (136 kilometer), Dekai-Oksibil (225 kilometer) dan Kenyam-Dekai (180 kilometer).

Kemudian Wamena-Haberma-Kenyam-Mamuq (295 km), Jayapura-Erilin-Wamena (585 km), Wamena-Mulia-Iraga-Eh Narrotali (466 km), Wagget-Timika (196 km) dan Enarrotali-Vaght-Nabire ( 285 km). Sejauh ini baru sekitar 200-300 kilometer yang belum tersambung.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asia Foundation (TAF) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa melintasi pegunungan salah satu cagar alam yang dilewati oleh Jalan Raya Papua adalah Taman Nasional Lorentz. Taman nasional ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Bahkan dikenal sebagai ekosistem terlengkap di kawasan Asia Pasifik.

Pembangunan Tol trans – Papua ini merupakan kebijakan Presiden Joko Widodo yang bertujuan untuk membuat kesejahteraan masyarakat adat Papua meningkat dan memangkas kerugian biaya transportasi dengan berpindah dari satu daerah ke daerah lain.

Beberapa orang asli Papua yang penasaran sudah melewati jalan ini, meski belum selesai.Misalnya, adik Yoni dan kawan-kawan mengikuti tour Jayapura-Wamena selama 3 hari di tahun 2018 dan dipercepat 2 hari di tahun 2019 gara-gara Tiaolu ini.

Kata Yoni: “Karena baru dibuka dan tidak ada kendaraan yang lewat, masih aman dan bagus. Beberapa jembatan belum selesai, jadi kami harus angkat (angkat) sepeda motor sebelum jalan kaki.” pada 2018. Dan perjalanan akhir tahun. 2019.

Menurutnya, jembatan tersebut sudah dibangun. Butuh waktu dua hari untuk sampai ke Wamena, dan mobil sudah bisa lewat. Sebagian besar barang yang diangkut dengan mobil termasuk bahan bangunan seperti semen.

Pembangunan Tol Trans – Papua juga mendapat apresiasi dari banyak pihak, salah satunya Stepi Anriani, peneliti asal Papua, mengatakan niat baik pemerintah perlu didukung masyarakat karena akan membuka kawasan.

Hubungan antara keduanya akan membantu memasuki semua bidang termasuk pendidikan dan kesehatan. Pembangunan Jalan Tol Trans-Papua telah melalui tiga tahap: pertama, pembangunan atau pembongkaran hutan hingga terbentuk jalan; kedua, perbaikan badan utama jalan, pemadatan jalan yang tidak stabil; ketiga, penuatan jalan Melalui pengaspalan.

Dalam pelaksanaan proyek Jalan Tol Trans-Papua, Pemerintah di Kabupaten mempunyai tanggung jawab atas penanganan masalah pertanahan, terutama lahan yang mengalir melalui kebun atau kawasan pemukiman.

Mengenai kawasan lindung memang sudah ada peraturan menteri yang mengatur tentang perubahan penggunaan lahan, namun tentunya perlu diperhatikan secara serius agar keanekaragaman hayati tidak terganggu, terutama di Taman Nasional Lorenz yang masih terdapat tumbuhan alami dan langka.

Agar masyarakat dan penggiat lingkungan serta swasta bersama-sama mengingatkan pembangunan Jalan Trans Papua agar tidak mengganggu lingkungan, termasuk penebangan pohon telah dikendalikan untuk menjaga keseimbangan pembangunan dengan ekosistem.

Baca juga : 10 Fakta PPKM Diperpanjang dan Dampaknya

2. Jembatan Panjang Hamadi-Holtekam

Sumber : berita.papua.us

Presiden Joko Widodo hari ini mengumumkan pembukaan Jembatan Holtekamp atau Jembatan Youtefa, jembatan lengkung baja terpanjang di Papua. Jembatan di Teluk Youtefa ini didanai Rp 1,3 triliun dari Dana SBSN / Sukuk Negara dan dibekali Rp 500 miliar dari Dana APBD Provinsi Papua dan Kota Jayapura.

Jumlah pembiayaan SBSN adalah 1,3 triliun rupiah, yang didasarkan pada rencana kontrak tahun jamak (MYC) untuk tahun anggaran 2015 hingga 2019.

“Jembatan ini menghubungkan antara Holtekamp dengan Hamadi, dengan bentang 1.332 meter (jembatan 732 meter dan tiang pancang 600 meter), pintu masuk sampai keluar jembatan sepanjang 9.950 meter, dan lebar jalan 16 meter., Dan Pondasi Jembatan Utama Bored Pile tulis dalam keterangan tertulis, Senin (28/10/2019).

Keberadaan Jembatan Holtekamp akan mempersingkat waktu tempuh dari Kota Jayapura menuju perbatasan Skouw dari 2,5 jam hingga 1 jam, sehingga daopat mendukung peningkatan mobilitas sumber daya ekonomi. Selain sebagai sarana transportasi untuk memberikan penunjang logistik, jembatan tersebut juga ramai digunakan warga sekitar sebagai objek wisata.

Pembangunan Jembatan Holtekamp merupakan kerjasama antara Pemerintah Pusat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kota Jayapura. Departemen PUPR berperan dalam pembangunan dan pemasangan bentang utama jembatan 400 meter, jembatan samping Hamadi-Holtekamp sepanjang 93 meter (sisi Hamadi 33 meter dan sisi Holtekamp 60 meter), dan 9.950 meter Hamadi -Holtekamp pendekatan jembatan samping.

Di saat yang sama, Pemerintah Provinsi Papua berperan membangun jembatan ke sisi Holtekamp dan tiang pancang sepanjang 840 meter. Sementara itu, Pemerintah Kota Jayapura memberikan dana untuk pembangunan jalan sepanjang 320 meter di dekat Hamadi.

Pembangunan jembatan ini dilakukan oleh BUMN Karya (konsorsium kontraktor PT Pembangunan Perumahan, PT Hutama Karya dan PT Nindya Karya). Dua bentang tengah Jembatan Holtekamp diproduksi di PT PAL Indonesia di Surabaya dan kemudian menempuh jarak 3.200 kilometer dalam 19 hari.

Pemasangan bentang jembatan pertama dilakukan pada 21 Februari 2018, dan pemasangan bentang jembatan kedua dilakukan pada 15 Maret 2018, dan waktu pemasangan kurang lebih 6 jam. Atas inovasinya, berhasil meraih dua penghargaan MURI , yaitu penyerahan rangka baja tekuk tengah lengkap dengan jarak terjauh, dan pelepasan rangka baja jembatan terpanjang dan lengkap.

3. 6 Infrastruktur Kelistrikan

Sumber : liputan6.com

Presiden Joko Widodo membuka enam infrastruktur listrik di Provinsi Papua dan Papua Barat. Nilai investasi keenam proyek tersebut mencapai Rp 989 miliar. Adanya proyek ini dapat memenuhi kebutuhan listrik Papua dan Papua Barat.

Presiden Joko Widodo mengatakan dengan selesainya enam infrastruktur ketenagalistrikan, akan mendorong pemerataan listrik (elektrifikasi rate) di Papua dan Papua Barat.

Pada hari Senin (17 Oktober 2016) dimulainya enam infrastruktur listrik gardu induk Wamena 20 MVA di Jayapura, Papua, Presiden Joko Widodo mengatakan: “Gubernur Papua sebelumnya pernah mengatakan bahwa tingkat elektrifikasi hanya sekitar 47%.”

Sofyan Basir, dari Direktur Utama PLN, mengatakan keenam infrastruktur ketenagalistrikan tersebut adalah:

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air Orya Genyem 2 x 10 MW
2. Pembangkit listrik tenaga mini hydro
3. SUTT 70 k Volt Genyem – Waena – sepanjang 174,6 kilo meter sirkit
4. SUTT 70 k Volt Holtekamp – Jayapura sepanjang 43,4 kilo meter sirkit
5. Gardu Induk Waena – Sentani 20 Mega Volt Ampere
6. Gardu Induk Jayapura 20 Mega Volt Ampere.

Sofian mengatakan: “Jumlah total proyek tersebut mencapai Rp 989 miliar.” Kehandalan kelistrikan di Papua dan Papua Barat semakin baik berkat dukungan sistem transmisi jalur penerbangan tegangan tinggi (SUTT) 70 kilovolt (kV) dan gardu induk 20 MVA. Sebagai referensi Anda, kedua infrastruktur ini pertama kali didirikan di Papua.

Sofyan mengatakan: “Khususnya Saluran Tegangan Tinggi 70 kV yang membentang dari Orya Genyem sampai Jayapura yang terdiri dari 323 menara.” Mengingat permintaan listrik yang meningkat di kedua provinsi ini, keberhasilan pengoperasian enam infrastruktur listrik ini sangat penting bagi sistem di Papua dan Papua Barat.

Saat ini, Papua dan Papua Barat memiliki total kapasitas daya 294 megawatt (MW), beban puncak 242 MW, peningkatan beban rata-rata 8 per tahun, dan total 521.000 pengguna.

Sofian menyimpulkan: “Kami berharap dengan enam infrastruktur ketenagalistrikan baru di Papua dan Papua Barat ini dapat meningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan Papua. Ini sebagai bentuk konsentrasi kami di Papua.” (Pew / Gdn)

4. Bandara Sentani atau Bandara Theis Eluay

Sumber : topikpapua.com

Bandara merupakan tempat pesawat lepas landas dan mendarat, sehingga kargo dan kargo penumpang dapat di bongkar muat.

Pada saat yang sama, menurut International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 14: Bandara mengacu pada area tertentu di darat atau air (termasuk gedung, fasilitas dan peralatan), yang tujuannya adalah untuk tiba, berangkat dan memindahkan pesawat secara keseluruhan atau sebagian.

Bandara ini terdiri dari fasilitas transportasi besar dan kompleks yang dirancang untuk menyediakan layanan bagi pesawat terbang, pesawat penumpang, pesawat kargo, dan kendaraan lain.

Masing-masing pengguna bandara ini menyediakan layanan berdasarkan komponen bandara yang berbeda. Komponen bandara udara biasanya dibagi menjadi dua kategori, yaitu dari sisi udara (airside) dan sisi darat (landside).

Kapasitas runway Bandara Sentani Jayapura bisa lepas landas dan mendaratkan 58 pesawat dalam satu jam setiap ada pesawat yang masuk dan keluar pada jam-jam sibuk. Perkiraan untuk 5 tahun ke depan dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 menggunakan metode regresi linier.

Mulai tahun 2019 jumlah pesawat yang terbang akan bertambah, sebanyak 60.421 pesawat, bertambah 56 pesawat per jam, dan jumlah pesawat yang terbang akan meningkat 67.131 dalam 5 tahun ke depan tahun 2023 Peningkatan jumlah pesawat dengan kecepatan pergerakan 58 per jam sangat signifikan.

Hasil dari kemampuan tersebut menunjukkan bahwa pergerakan pesawat sangat jenuh, sehingga perlu dibangun landasan pacu baru di Bandara Sentani atau Bandara Theis Eluay agar dapat memberikan kemampuan yang memadai di masa depan.

Pada tahun 2023, jumlah pesawat lepas landas dan mendarat per jam pada jam puncak kapasitas landasan pacu (Runway) berdasarkan data prakiraan adalah 58.

Hal tersebut membuktikan bahwa kapasitas Bandara Sentani Jayapura sedang mencapai derajat kejenuhan yang tinggi, sehingga untuk pesawat yang akan mendarat dalam waktu 1 jam, metode Critical Landing Space untuk ruang pendaratan harus menyertakan bukti dan menambahkan rekomendasi pada bagian kesimpulan.

Perhitungan diatas membuktikan bahwa jarak pendaratan antar pesawat sangat kritis. Waktu pendaratan masing-masing pesawat adalah 1.03 menit. Jeda Waktu pendaratan masing-masing pesawat yang akan mendarat adalah 2 menit, karena interval hasil “pendaratan kritis” terlalu kecil. Untuk setiap pesawat yang mendarat, sebaiknya UPBU utama Sentani Jayapura harus menambah kapasitas runway (runway) Bandara Sentani Jayapura.

Baca juga : Resmi! Presiden Joko Widodo Meresmikan INA (Indonesia Investment Authority)

5. Pembangunan Jalan Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini

Sumber : merahputih.com

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menyelesaian jalan raya perbatasan Indonesia – Papua Nugini dari Merauke hingga Jayapura, Provinsi Papua, dengan total panjang 1.098 kilometer.

Salah satu ruas jalan perbatasan yang sedang dibangun adalah Jalan ksibil–Towe Hitam–Ubrup–Jayapura dengan total panjang 5,52 kilometer dari 15,5 kilometer hingga 21,2 kilometer di Kabupaten Gurung Bintang.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan tantangan yang dihadapi pembangunan jalan perbatasan Papua adalah kondisi alam yang masih berupa hutan, pegunungan dan pola cuaca. Selain itu, untuk pasokan bahan bangunan di Papua juga terbatas.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan tantangan yang dihadapi pembangunan jalan perbatasan Papua adalah kondisi alam yang masih berupa hutan, pegunungan dan pola cuaca. Selain itu, pasokan bahan bangunan Papua juga terbatas.

Basuki beberapa waktu lalu mengatakan: “Mengingat medan yang sangat berat, maka pengerjaan ini dilakukan secara bertahap karena harus melintasi pegunungan yang terjal dan melewati hutan. Ini sangat menyulitkan pekerja konstruksi dan membutuhkan alat kerja.”

Proyek tersebut diselesaikan oleh kontraktor PT Wijaya Karya (Persero), dan biayanya diperoleh dari APBN sebesar Rp 108,5 miliar melalui rencana tahun jamak kontrak. Jangka waktu implementasi adalah 376 hari dari awal tahun 2018, dan periode pemeliharaan hingga 27 September 2019.

Pembangunan jalan baru dilakukan dengan memanfaatkan lahan pinggir jalan untuk meninggikan badan jalan. Lebar jalan ruas ini 7 meter, dan lebar bahu masing-masing 2 meter.

Meski kondisinya masih jalan tanah, namun keberadaan jalan baru ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat perbatasan Papua. Waktu tempuh antar pusat ekonomi daerah pada awalnya menjadi lebih pendek dan pendek dalam beberapa minggu karena harus berjalan kaki, dan dalam beberapa hari karena dilalui kendaraan.

Jika kondisi jalan bagus maka waktu mengemudi akan dipersingkat dalam beberapa jam. Jalan ini juga merupakan jalan perintis yang menghubungkan Kabupaten Limarum dan Kota Oksibil.

Menteri PUPR berharap dengan beroperasinya jalan tersebut dapat mendorong konektivitas antar pusat ekonomi daerah, sehingga memudahkan angkutan barang dan orang yang diyakini berdampak pada penurunan harga barang dan jasa. Selain itu, memperkuat wilayah Indonesia dan Papua Nugini.

Sebelumnya, pembangunan jalan perbatasan Sota-Erambu-Bupul sepanjang 111 kilometer kini sudah 100% beraspal. Selain itu, ruas Bupul-Muting sepanjang 38 km dan ruas Muting-Boven Digoel sepanjang 195 km juga dipasang sehingga kendaraan dapat dengan mudah melewatinya. Hingga akhir 2018, jalan perbatasan sepanjang 1.098 km dari Merauke-Jayapura telah menghubungkan 919 km.